Saat itu sedang berlangsung proses belajar mengajar agama islam, semua siswa fokus mendengarkan guru menjelaskan. Materi pembelajarannya mengenai " Adil " . Ditengah pelajaran aku bertanya ke Rahmi Faradiba yang duduk tepat dibelakangku.
" Apakah Tuhan itu adil ? " tanyaku
" Tuhan itu adil. Dia mungkin tidak memberikan apa yang kau inginkan, tetapi dia memberikan apa yang kau butuhkan " tuturnya
Perkataannya membuatku tidak bisa berkata-kata. Sungguh mulia hatinya sehingga dia bisa bertutur seperti itu. Aku yakin tidak semua perempuan bisa berfikir seperti itu. Ini bukan pertama kalinya dia membuatku kagum kepadanya, tapi ini sudah kesekian kalinya. Aku ingat kali pertama kita memulai percakapan yang sangat sangat serius mengenai cita-cita dan masa depan. Walaupun percakapan itu hanya melalui voicenote blackberrymessenger
" Cita-cita kamu apa ? " tanyanya
" Cita-citaku hanya ingin membanggakan kedua orang tuaku. Kamunya ? "
" Cita-citaku dokter, tapi mauka juga jadi penyanyi. Begini dokter itu cita-citaku, penyanyi itu impianku. Memang iya kalau ditanya semua orang pasti mau membanggakan dan membahagiakan kedua orang tuanya. Dan dengan jadi dokter mka nanti, pasti bangga dan bahagiami orang tua ku "
" Tapi terkadang apa yang kita inginkan tidak sama dengan kenyataan " ujarku
" Tidak selemanya hidup itu sama seperti yang kita inginkan. Tetapi apa yang terjadi itu, itulah yang kita butuhkan. Dan itulah yang telah ditakdirkan oleh Tuhan. Dan takdir Tuhan itu tidak ada yang jelek pasti baik semua " ungkapnya
Subhanallah. Tutur katanya membuatku sangat kagum denganmu, yang bisa ku katakan hanya Subhanallah .
Pada saat jam istirahat aku ingin mengajakmu ke mushallah sekolah untuk sholat Dzuhur. Kebetulan sebagian siswa telah selesai melaksanakan sholat Dzuhur. Hanya kelas kami yang terlambat. Aku ingin mengajakmu, tetapi saat itu kau tidak ada dikelas. Aku kemudian mencarimu ke kelas-kelas lain, tetapi kamu tetap tidak ada. Aku akhirnya melangkah menuju kemushallah, tepat dipintu mushallah aku melihatmu melepaskan sepasang sepatumu dan melangkah masuk kedalam mushallah. "Subhanallah " hanya kata itu yang bisa kukatakan.
Tepat malam takbiran Hari Raya Idul Adha. Sekitar pukul 20.30 WITA, aku datang kerumahmu untuk bersilaturahmi. Kita pun berbagi cerita diteras rumahmu, banyak hal yang aku tahu mengenai dirimu malam itu.
" Aku ingin bertanya " ujarku
" Apa hayo "
" Sekarangkan umurmu sudah 17 tahun. Tapi kok belum berhijab juha ? " tanyaku dengan nada yang agak ragu. Aku takut menyinggung hatinya.
Rahmi tersenyum, " Aku belum siap. Aku takut nanti membukanya lagi. Aku mau memakai jilbab jika hatiku sudah benar-benar kuat dan takkan tergoyangkan lagi. Saat ini aku masih ingin memantapkan hatiku dulu. Ayahku juga sering mengingatkan ku tentang itu, tetapi aku memang masih belum siap " ungkapnya
" Oke jadi hanya masalah waktu dan keyakinan diri "
" Iya . Suatu saat nanti kamu pasti akan melihatku memakai jilbab "
" I will wait for that momen. Ada satu hal lagi "
" Apaan ? "
" Selamat Idul Adha, mohon maaf lahir dan batin "
" Selamat Idul Adha juga, maaf lahir batin " senyuman yang seperti bulan sabit
" Tidak selamanya kenyataan sama dengan apa yang kita inginkan. Tetapi apa yang terjadi itu, itulah yang kita butuhkan dan itulah yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Dan takdir-Nya itu tidak pernah jelek pasti baik semua "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar